Tuesday, January 20, 2015

Portofolio Ilmu Sosial Dasar 4

KELOMPOK 1
KELAS: 2ID10
NAMA: FRISKA MAGDALENA (33413589); JOERIKE JOELIANA (34413658); NAQIYYATUSSYIFA ALMAGHFIROH (36413337).
PORTOFOLIO 4
ILMU SOSIAL DASAR
A.    ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
1.      ILMU PENGETAHUAN
a.      Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode  yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari istemologepi.
Contoh:
a.     Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja). Ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari.
b.      Ilmu psikologihanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
b.      4 hal sikap yang ilmiah
1)     Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapai pengetahuan ilmiah yang obyektif 
2)   Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap masalah yang dihadapi yang didukung oleh fakta  atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3)    Kepercayaan yang hakiki terhadap kenyataan yang tak terbantahkan maupun terhadap indera dan  budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4)    Memiliki kesungguhan bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun tidak tertutup kemungkinan untuk dibuktikan kembali.

2.      TEKNOLOGI
a.      Pengertian teknologi
Teknologi berasal dari Bahasa Perancis yaitu “La Teknique“ yang dapat diartikan dengan Semua proses yang dilaksanakan dalam upaya untuk mewujudkan sesuatu secara rasional.Teknologi juga berarti keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
b.      Ciri-ciri fenomena teknik pada masyarakat
1)      Menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
2)   Rasionalistas, artinya tindakan yang spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang      direncanakan  dengan perhitungan rasional.
3)      Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan atau tidak alamiah.
4)      Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis.
5)      Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
6)      Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
7)   Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan idiologi, bahkan dapat  menguasai kebudayaan.
8)      Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
c.       Ciri-ciri teknologi barat
1)      Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga      lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2)      Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3)    Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.
d.      Pengertian ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1)    Ontologis (Objek Formal Pengetahuan), Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya.
2)   Epistemologis, Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3)   Aksiologis, Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri.

3.      KEMISKINAN
a.      Pengertian kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh (Emil Salim, 1982).
b.      Ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan
a)     Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll.
b)    Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti  untuk memperoleh tanah garapan atau modal usah.
c)    Tingkat pendidikan yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang  tua mencari tambahan penghasilan.
d)    Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (serabutan) berusaha apa saja.
e)    Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

B.     AGAMA DAN MASYARAKAT
1.      FUNGSI AGAMA
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
·         Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
·         Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
·         Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
·         Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
·         Pedoman perasaan keyakinan
·         Pedoman keberadaan
·         Pengungkapan estetika (keindahan)
·         Pedoman rekreasi dan hiburan
·         Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
 a.      Fungsi agama dalam masyarakat
Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
·   Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
·    Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
·   Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
·   Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
·  Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.
·    Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
·    Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
·    Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
b.      Dimensi komitmen agama
Dimensi Komitmen Agama menurut Roland Robertson (1984)
·     Dimensi keyakinan: mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akanmenganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajarantertentu.
·      Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti , yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatanmulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
·   Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta , bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungandengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
·     Dimensi pengetahuan dikaitkan, dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikapreligius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacarakeagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
·    Dimensi konsekuensi dari komitmen religious, berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

 2.      PELEMBAGAAN AGAMA
a.      3 tipe kaitan agama dengan masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:
·    Masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai sakral. Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.
·   Masyarakat- masyarakat pra- industri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.
·      Masyarakat- masyarakat industri secular. Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
b.      Menjelaskan tentang pelembagaan agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya adalah MUI. MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah.
Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
utuh.

 3.     BERIKAN CONTOH KONFLIK AGAMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT BESERTA SOLUSI UNTUK MENANGANI KONFLIK TERSEBUT.
Contoh-contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat didalam masyarakat terdapat perbedaan agama yang dianut dari masing-masing individu namun diantara mereka tidak saling menghargai dalam perbedaan agama tersebut , dan akan timbul permasalahan seperti:
·         Konflik perbedaan pendapat tentang agama.
·         Perpecahan.
·         Peperangan  antar agama.
·         Pelecehan Agama.
Upaya yang perlu ditempuh untuk menanggani konflik agama antara lain:
1. Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
2.  Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
3.  Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
4.  Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
5. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
6. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

SUMBER :

No comments:

Post a Comment