KELOMPOK 1
KELAS: 2ID10
NAMA: FRISKA
MAGDALENA (33413589); JOERIKE JOELIANA (34413658); NAQIYYATUSSYIFA ALMAGHFIROH
(36413337).
PORTOFOLIO 4
ILMU SOSIAL
DASAR
A. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
1. ILMU PENGETAHUAN
a.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan
yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan
dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah
produk dari istemologepi.
Contoh:
a. Ilmu Alam
hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani
(materiil saja). Ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak
matahari.
b. Ilmu
psikologihanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya
dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Ilmu psikologi
menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
b. 4 hal
sikap yang ilmiah
1) Tidak ada
perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapai pengetahuan ilmiah yang
obyektif
2) Selektif,
artinya mengadakan pemilihan terhadap masalah yang dihadapi yang didukung oleh
fakta atau gejala, dan mengadakan
pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3) Kepercayaan yang
hakiki terhadap kenyataan yang tak terbantahkan maupun terhadap indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4) Memiliki
kesungguhan bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah
mencapai kepastian, namun tidak tertutup kemungkinan untuk dibuktikan kembali.
2. TEKNOLOGI
a.
Pengertian teknologi
Teknologi berasal dari Bahasa Perancis yaitu “La
Teknique“ yang dapat diartikan dengan Semua proses yang dilaksanakan dalam
upaya untuk mewujudkan sesuatu secara rasional.Teknologi juga berarti
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
b.
Ciri-ciri fenomena teknik pada masyarakat
1) Menurut
Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
2) Rasionalistas,
artinya tindakan yang spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan
rasional.
3)
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan atau tidak
alamiah.
4)
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan
dilaksanakan secara otomatis.
5) Teknik
berkembang pada suatu kebudayaan.
6)
Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling
bergantung.
7) Universalisme,
artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan idiologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
8) Otonomi
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
c.
Ciri-ciri teknologi barat
1) Serba intensif
dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain,
sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2) Dalam
struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3) Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya
sebagai pusat yang lain.
d.
Pengertian ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga)
komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat
kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1) Ontologis (Objek
Formal Pengetahuan), Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup
wujud yang menjadi objek penelaahannya.
2) Epistemologis,
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3) Aksiologis,
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu
pengetahuan.Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses
penerapan ilmu dan teknologi sendiri.
3. KEMISKINAN
a.
Pengertian kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah
garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh (Emil Salim, 1982).
b.
Ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan
a) Tidak
memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll.
b) Tidak memiliki
kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk
memperoleh tanah garapan atau modal usah.
c) Tingkat
pendidikan yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu
orang tua mencari tambahan penghasilan.
d) Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (serabutan) berusaha
apa saja.
e) Banyak
yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
B. AGAMA DAN MASYARAKAT
1. FUNGSI AGAMA
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari
kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia
dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
·
Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
·
Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan
manusia.
·
Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
·
Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
·
Pedoman perasaan keyakinan
·
Pedoman keberadaan
·
Pengungkapan estetika (keindahan)
·
Pedoman rekreasi dan hiburan
·
Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus)
dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan
manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Prof. Dr. H. Jalaluddin
dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama
dalam masyarakat, antara lain:
· Fungsi
Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya
menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut
ajaran agama masing-masing.
· Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada,
dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama
meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama
Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran
menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak
bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya
bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif
(pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai
rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah
terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana
keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai
dengan terbuka dan jujur serta setara.
· Fungsi
Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau
berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama,
semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
· Fungsi
Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap
masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa
berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
· Fungsi
Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus,
maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil
Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.
· Fungsi
Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama
terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
· Fungsi
Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak
umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri
tetapi juga bagi orang lain.
· Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha
manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi.
Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
b. Dimensi
komitmen agama
Dimensi Komitmen Agama menurut Roland Robertson
(1984)
· Dimensi keyakinan: mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang
religius akanmenganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti
kebenaran ajaran-ajarantertentu.
· Praktek
agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti , yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal,
perbuatanmulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif
spontan.
· Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta ,
bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar
religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif
tentang realitas tertinggi, mampu berhubungandengan suatu perantara yang
supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
· Dimensi
pengetahuan dikaitkan, dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikapreligius
akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacarakeagamaan,
kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
· Dimensi
konsekuensi dari komitmen religious, berbeda dengan tingkah laku perseorangan
dan pembentukan citra pribadinya.
a. 3 tipe
kaitan agama dengan masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan
tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K.
Nottingham, 1954), yaitu:
· Masyarakat
yang terbelakang dan nilai- nilai sakral. Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi,
dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya
keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.
· Masyarakat-
masyarakat pra- industri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi,
ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama
memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan
fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.
· Masyarakat-
masyarakat industri secular. Masyarakat industri bercirikan dinamika dan
teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar
penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah
penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu
akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan,
sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat
sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan
langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan
kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
b.
Menjelaskan tentang pelembagaan agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga
untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Agama
begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan sehingga
bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu
dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya adalah
MUI. MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama,
cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain
meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada
masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat
pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math'laul
Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani
Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang
tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut,
dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat
bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam
sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta
musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.
Sejarah mencatat bahwa tidak
jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui
“perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya
mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama
membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling
memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering
membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut)
yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru
ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa
baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya
terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di
Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi”
saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak
mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua.
Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa
memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah.
Namun ternyata masalah belum
selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi
hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan
keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam
kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang
dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis,
umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula
pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah
dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan
siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi
kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.
Demi pariwisata yang mendatangkan
banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacara-upacara adat yang
notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara
agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur
bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
Anehnya sebab bukan hanya orang
yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias
tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat
membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya
berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim
sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik
sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu
agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam
kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami
masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa
dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari
agama.
utuh.
Contoh-contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada
dalam agama dan masyarakat didalam masyarakat terdapat perbedaan agama yang
dianut dari masing-masing individu namun diantara mereka tidak saling
menghargai dalam perbedaan agama tersebut , dan akan timbul permasalahan
seperti:
·
Konflik perbedaan pendapat tentang agama.
·
Perpecahan.
·
Peperangan antar agama.
·
Pelecehan Agama.
Upaya yang perlu ditempuh untuk menanggani konflik
agama antara lain:
1. Menurut
Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa
dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat
persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali
kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
2. Tidak
memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau
wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau
perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan
suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
3. Masyarakat
pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
4. Segala
macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
5. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan
sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
6. Perlu
dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan
(nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.
SUMBER :